Sabtu, 07 November 2009

Filsafat Dakwah: Suatu Pendekatan Baru tehadap Problematika Remaja

Pendekatan dakwah persuasif merupakan salah satu dari beberapa jenis dakwah yang dikembangkan oleh kalangan agamawan yang lebih menekankan pada aspek tindakan pengaruh non-represif, bukan dengan jalan kekerasan, atau perang yang mengatasnamakan kebenaran. Kaum da’i tidak memakai bahasa yang bersifat provokatif, tetapi berusaha membujuk pada nilai-nilai tertentu yang membuat lawan bicara terpengaruh untuk mengikuti ajakan pembicara pertama.
Persuasif, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “bersifat membujuk secara halus”. Sedangkan menurut kamus Longman Dictionary of Contemporary English mengartikan istilah persuasi sebagai berikut:
1. To make someone decide to do something, especially by repeatedly asking them or telling reasons why they should do it;
2. to make someone believe something or feel sure about something.
(1. Membuat seseorang memutuskan untuk berbuat sesuatu, terutama dengan bertanya dengan berulang-ulang kepada mereka atau menceritakan alasan-alasan mengapa mereka seharusnya berbuat demikian;
(2. Membuat seseorang mempercayai sesuatu atau merasa akin tentang sesuatu.)
Pengertian di atas secara sekilas menggambarkan makna yang bersifat luas, yaitu suatu usaha yang bertujuan memberikan keyakinan, sehingga orang tersebut mau mengikuti kehendak seseorang. Kegiatan membujuk tidak hanya menggunakan bahasa verbal, melainkan dari sikap tertentu yang memberi kesan mendalam, penggunaan bahasa tubuh (body language), menyelami perasaan masing-masing, dan memberikan hadiah atau benda yang memberikan manfaat baginya.
Dakwah persuasif merupakan kegiatan penyampaian suatu informasi atau masalah pada pihak lain dengan cara membujuk. Persuasi dalam bahasa Latin “persuasio” yang berasal dari kata kerja “persuadere”, memiliki makna membujuk (to enduce). Kegiatan ini adalah “influencing the emotional attitudes of others” yang berarti mempengaruhi sikap emosi dari pihak lain. Cara ini sering digunakan dalam kegiatan propoganda di mana suatu ide dapat diterima oleh pihak lain.
Menurut Prof. Mar’at, dakwah persuasif dapat dilakukan dengan dua cara: Pertama, dakwah persuasif yang dilakukan secara rasional, yang mana dengan metode rasional ini komponen kognisi jamaah dipengaruhi tentang ide, konsep, sehingga terjadi keyakinan (belief) dalam diri seseorang. Cara ini biasanya dilakukan pada mereka yang rasionya cukup baik dan persepsi sosialnya selektif. Parameter audiens adalah kaum intelektual atau kalangan yang terdidik, kaum perkotaan yang mengerti tentang kajian-kajian Islam yang bersifat rasional, penuh dengan argumentasi, dan menggunakan logika yang sistematis.
Model dakwah dalam pendekatan rasional membutuhkan penguasaan materi agama Islam yang memadai, analogi-analogi, serta ilustrasi kebenaran yang dapat ditangkap oleh akal pendengar. Pada zaman Rasulullah saw, dakwah persuasif yang bersifat rasional selalu dijalankan oleh Baginda Nabi untuk menarik bangsa Quraisy Arab agar menerima kebenaran risalah yang dibawanya. Tentu didasari pada konteks sosio-historis, bahwa pendekatan tersebut sangat menonjol di tahun-tahun pertama pasca turunnya wahyu Allah di gua Hira’. Dalam pandangan Muhammad Husain Haekal, pendekatan dakwah Muhammad yang demikian itu disebut dengan ‘metode ilmiah modern’. Nabi tidak pernah membalas segala caci-maki, cemoohan, hinaan, tindakan kasar, bahkan hendak dibunuh. Tetapi tindakan Nabi bersifat persuasif sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Qur’an:
             •     •       
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl : 125)
Kedua, Pendekatan metode persuasif dalam berdakwah adalah pendekatan emosional. Pendekatan ini disebut juga dengan komponen afeksi. Dengan cara ini digugah segi empati remaja serta rasa simpati mereka sehingga timbul proses senang (the liking process). Segmentasi audiens yang menjadi sasaran model dakwah ini adalah remaja yang cenderung menggunakan perasaan secara halus, kurang menggunakan logika atau rasio dalam menyerap suatu ajakan terhadap nilai-nilai keislaman. Peran dari pendakwah adalah memindahkan ide, ajakan, atau keinginan kepada pihak remaja yang bermasalah agar seruan itu dapat diterima dan ada keyakinan dalam dirinya atas kebenaran seruan tersebut secara sadar.
Kedua pendekatan itu dapat digambarkan “proses perubahan sikap remaja” melalui tahapan sebagai berikut:
PROSES RASIONAL
perhatian Mengerti Menerima Keyakinan

PROSES EMOSIONAL
perhatian Empathy Menerima Minat

Sesugguhnya emosi memegang peranan penting dalam sikap dan tindakan agama. Tidak ada satu sikap atau tindakan agama seseorang yang dapat dipahami, tanpa mengindahkan emosinya. Mengetahui keadaan emosi remaja pada saat mengalami gejala frustrasi, perasaan takut yang luar biasa dalam menghadapi suatu persoalan, kegelisahan, dan kecemasan sering kali membawa pengaruh pada kesehatan jasmani, seperti tangan menjadi dingin atau berkeringat, sesak nafas, kepala pusing dan sebagainya.
Pendekatan emosional dalam berdakwah adalah bentuk yang paling ideal ketika seorang da’i melakukan pendekatan pribadi (personal approach) terhadap remaja yang mengalami tekanan mental. Di dalam konteks pendidikan kepribadian, lebih dekat dengan bimbingan konseling, meskipun berbeda cara penyelesaiannya. Dengan mengetahui gejolak perasaan dan kondisi emosionalnya, maka dapat dideteksi penyebab, gejala awal, solusi yang tepat namun dalam koridor agama.
Menurut ahli psikologi agama, Prof. Zakiah Daradjat, pendekatan dakwah yang dilakukan pada remaja yang bermasalah hendaknya mengetahui sumber permasalahan yang dibaca melalui sudut psiko-emosional remaja. Di antara sebab-sebab atau sumber kegoncangan emosi pada masa remaja, adalah konflik-konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi pada masa remaja dalam kehidupan, baik yang terjadi pada dirinya sendiri, maupun yang terjadi pada lingkungan masyarakat atau sekolah.
Konflik emosional yang bersumber dari luar diri remaja antara lain:
1. Remaja merasakan atau mengetahui adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Mungkin sekali ilmu pengetahuan itu tidak bertentangan dengan agama, tapi karena pengertian agama itu disampaikan atau diterangkan kepada remaja sejak kecil dengan cara yang menyebabkan terasa olehnya ada pertentangan, maka remaja akan gelisah. Dengan demikian, para da’i seharusnya menjembatani perbedaan pemahaman yang terjadi itu agar pertentangan yang ada dapat dieliminasi sekecil mungkin. Pendekatan keagaman ini membutuhkan dua unsur sekaligus bagi para da’i yaitu: pemahaman agama dan ilmu pengetahuan yang mendalam, serta pendekatan emosional yang mampu menyelami jiwa remaja.
2. Di antara sumber kegelisahan remaja yang penting pula, adalah tampak adanya perbedaan antara nilai-nilai moral dan kelakuan orang-orang dewasa dalam kenyataan hidup. Misalnya ia mendapat didikan bahwa berdusta itu tidak baik, tapi ia melihat kenyataan banyak orang yang berbuat dusta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Demikian pula dengan sifat-sifat yang seharusnya ada menurut ketentuan dan nilai-nilai yang dipelajari, yang dalam kenyataan sehari-hari sulit menemukan nilai tersebut, seperti keadilan, kesetiaan, dan kejujuran. Apalagi kalau yang tidak mengindahkan nilai kebajikan tersebut adalah orang tua, guru, para pemimpin yang mereka harapkan dapat mengemban amanat menjalankan nilai moralitas tadi. Kegoncangan psikologis tersebut dapat ditangani dengan pendekatan dakwah persuasif yang bersifat memberi contoh suri tauladan yang baik (uswatun hasanah). Pendekatan ini sering, atau bahkan senantiasa Rasulullah lakukan ketika memerintahkan sesuatu, Rasulullah selalu mengerjakannya terlebih dahulu.
3. aspek yang ketiga adalah gejolak jiwa yang disebabkan oleh dorongan dari dalam diri remaja itu sendiri. Dalam konsep agama, dorongan itu disebut hawa nafsu syaithaniah. Dorongan nafsu untuk berdekatan dengan lawan jenis, mencoba-coba hal-hal yang dilarang agama seperti minum-minuman keras, berjudi, seks bebas, narkoba, dan segala perilaku penyimpangan lainnya. Padahal itu semua dalam kaca mata agama sangat bertentangan dari segi moral dan nilai-nilai kebajikan. Menghadapi kasus remaja yang mengalami frustrasi karena adanya konflik emosional tersebut harus ditangani dengan pendekatan emosional pula.

Selain kedua pendekatan tersebut di atas yang masuk kategori pendekatan dakwah persuasif adalah model ketiga, pendekatan spiritual. Pendekatan ini merujuk pada ulama besar asal Banten pada awal abad 19, Syeikh Imam Nawawi Al-Bantani yang menulis buku terkenal berjudul “Nashaihul Ibad” atau nasihat-nasihat untuk para hamba. Pendekatan Imam Nawawi dapat menjadi rujukan dalam berdakwah di kalangan remaja melalui instrumentasi spiritualitas. Pendekatan spiritualitas menekankan pada aspek ketenangan hati melalui riyadlah (latihan), berupa zdikir, shalat malam, berpuasa, hidup sederhana, meninggalkan hal-hal yang dilarang agama, menerima kenyataan (qana’ah), mengekang hawa nafsu, mengingat siksa kubur, membenci perbuatan dosa, menyenangi kebaikan, zuhud, dan sebagainya. Pendekatan tersebut barangkali harus selektif diterapkan dalam berdakwah, terutama di kalangan remaja yang sedang mengalami frustrasi. Boleh jadi hidup sederhana ditanamkan tidak sesuai bagi remaja yang kebetulan latar belakang ekonomi kelas menengah ke bawah.
Tentang pendekatan spiritualitas ini, Allah swt berfirman:
         
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syaam, 9-10).
Proses berdzikir merupakan aktivitas utama dalam berdakwah melalui model pendekatan spiritual, karena dengan mengingat akan Alla swt hati menjadi tenteram. Ketemteraman tersebut adalah implikasi dari kesadaran hati yang diperoleh secara integral ketika terjadi kontak komunikasi yang impersonal antara hamba dengan sang Pencipta. Allah swt berfirman:
            
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(Q.S. Ar-Ra’du: 28).

Perilaku Nabi mengandung unsur dakwah spiritual terhadap remaja digambarkan oleh Jamaal Abdur Rahman sebagai berikut:
“Nabi mendidik mereka, baik pada pagi hari maupun petang hari untuk berhati suci, berjiwa bersih, dan berdada lapang, sebagai persiapan bagi mereka untuk menghadapi suatu hari yang pada hari itu tidak berguna lagi harta benda atau anak-anak, kecuali yang datang membawa qalbu bersih.”

Langkah-langkah yang ditempuh dalam berdakwah dalam pendekatan persuasif adalah:
1. Mempelajari pengalaman masa lalu remaja
2. mengarahkan perilakunya
3. Mengetahui bagaimana menghadapi perasaan mereka
4. Jujur mengungkapkan perasaan kita pada mereka
5. Hidup bersama mereka, bukan untuk mereka
6. Mengetahui bagaimana menghadapi perasaan marah para remaja.



B. Pendekatan Dakwah Informatif
Pendekatan dakwah informatif adalah salah satu model dakwah yang sangat mungkin diterapkan oleh para da’i di zaman modern ini. Model ini dikembangkan oleh para pembaharu Islam seperti Jamaluddin Al-Afghani dan muridnya Muhammad Abduh. Mereka berdua memelopori model gerakan dakwah yang dilakukan secara sistematis dan bersifat informatif, dengan menggunakan media massa, majalah bulanan yang terkenal dengan “Al-Manar”.
Oleh sebagian kalangan agamawan, pendekatan dakwah informatif lebih pada kemampuan menggunakan instrumen teknologi informasi dalam menyebarkan pesan-pesan moral keagamaan kepada remaja. Meskipun, tidak selamanya demikian. Bisa saja para da’i memiliki kemampuan berorasi yang luar biasa dalam mempengaruhi pendengar, dengan retorika-retorika, argumentasi-argumentasi rasional, keruntutan pola pikir, kemampuan mengolah kata-kata menjadi sesuatu yang menarik untuk dihayati dan seterusnya.
Menurut Jalaluddin Rahmat, dalam bukunya Psikologi Komunikasi, menjelaskan bahwa komunikasi merupakan ujaran-ujaran verbal, simbol-simbol, pesan, tanda-tanda yang mengandung makna tertentu yang disampaikan dari komunikator sebagai pembawa pesan kepada komunikan atau penerima pesan yang dimediasi oleh komunikein (pesan itu sendiri).
Secara garis besar, model pendekatan dakwah informatif dibagi ke dalam dua kategori besar, yaitu:
Pertama, penyampaian pesan melalui pengayaan retorika, pemaknaan terhadap inti pesan-pesan keagamaan, disertai pemberian informasi terhadap hal-hal yang bersifat baru. Ciri dari jenis dakwah ini adalah bersifat komunal, bersegmentasi massal, disertai prosesi penutup do’a. Salah satu tokoh terkenal yang menggunakan pola ini adalah da’i kondang sejuta umat, KH. Zainuddin, MZ. Sebagai seorang orator ulung, pengolahan kalimat, penyederhanaan istilah-istilah keagamaan agar terdengar familiar di telinga pemirsa, serta keruntutan logika yang dimainkan. Di samping itu, ada pula model dakwah yang dikembangkan oleh Ustadz Arifin Ilham. Beliau mengemas bahasa dakwah melalui jargon-jargon dzikir, bermuhasabah (introspeksi diri), dan berkontemplasi disertai dialog dengan hati. Model ini cukup efektif apabila diterapkan kepada remaja yang sedang mengalami frustrasi hidup. Langkah-langkah teknis yang dapat ditempuh kepada remaja yang sedang frustasi adalah mengajak pikiran, hati, serta emosi untuk berdialog. Dengan upaya semacam ini remaja dapat menemukan pangkal permasalahan hidup yang sedang dialaminya, berusaha mengurai benang kusut yang menghinggapi, dan berakhir pada upaya mencari jalan keluar yang benar-benar diridloi oleh Allah.
Kedua, model dakwah informatif yang menggunakan media tertentu dalam menyampaikan pesan yang dibawanya kepada pendengar. Kadangkala para da’i memerlukan instrumen yang memungkinkan dakwah yang disampaikan mudah dicerna oleh pendengar. Walaupun media tersebut bukan segala-galanya, namun keberadaannya menjadi daya tarik tersendiri. Dengan media, para da’i tidak harus berkomunikasi secara verbal, melainkan dengan bahasa teks. Muatan informasi dalam dakwah harus bersifat interaktif, menarik kognisi remaja, mengeksplorasi pandangan baru tentang Islam, dan menggunakan bahasa-bahasa populer yang digandrungi masyarakat.

C. Pendekatan Dakwah Inovatif
Pendekatan dakwah inovatif sesungguhnya sebagai implementasi dakwah di era modern yang memanfaatkan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai corong gerakan dakwah. Selain, itu pendekatan dakwah inovatif juga dilaksanakan dengan metode-metode ilmiah, kombinasi metode-metode menjadi sophisticated method, dan kekuatan pelaksanaan dalam berdakwah.
Istilah inovatif merupakan derivasi dari bahasa Inggris, “innovation” ang mengandung makna sebagai berikut: 1. a new idea, method, or invention; 2. the introduction of new ideas, or methods . (1. Sebuah gagasan baru, metode atau penemuan baru; 2. Memperkenalkan gagasan-gagasan atau metode-metode baru). Pengertian di atas mengindikasikan perspektif baru tentang dakwah inovatif, yaitu memperkenalkan gagasan-gagasan baru dan metode-metode baru.
Pendekatan ini sangat tepat dilakukan karena, menurut ahli psikologi remaja asal Mesir, Dr. Akram Ridla Mursi, dalam karya: “Puber Tanpa Masalah: Bagaimana Menghadapi Masa Kritis pada Remaja”, telah menjelaskan bahwa faktor frustrasi remaja disebabkan adanya gejolak emosional remaja, yang disebabkan oleh dua faktor, faktor internal dan eksternal.
Faktor internal itu menurut Akram Ridla Mursi adalah:
1. Kebutuhan akan Pengetahuan
Remaja ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang aspek ini. Kalangan psikolog dan agamawan mendapati remaja banyak membaca buku-buku yang berkaitan dengan tema ini dan banyak berbincang-bincang dengan teman-temannya secara terus menerus. Karena mereka sama-sama tidak tahu dan kurang pengalaman, akibatnya ketidaktahuan itu kian menumpuk. Lalu siapakah yang bertanggung jawab? Ayahnyakah? Ibunyakah? Atau gurunyakah? Di sinilah mulai terjadinya konflik dan berhadapan dengan aib, kesalahan, keharaman, dan rasa malu. Rasa frustrasi yang disebabkan oleh faktor demikian dapat diselesaikan dengan metode dakwah inovatif berupa memperkenalkan gagasan-gagasan baru.
2. Pemenuhan akan pemenuhan Hasrat
Hasrat seksual remaja perlu disalurkan, tetapi para orang tua senantiasa menunda pernikahan mereka karena alasan kondisi ekonomi tanpa bisa menutup pintu perangsangnya. Oleh karena itu pendekatan dakwah inovatif dapat dilangsungkan dengan menikahkan remaja yang sudah cukup umur dan matang dari segi pengalaman hidup.
Pendakatan dakwah inovatif dilakukan untuk memenuhi kebutuhan remaja sebagai berikut:
1. Kebutuhan Fisiologis
Yaitu kebutuhan jasmani yang vital, yang akan menjamin keberadaan individu atau keberlangsungan spisies semisal makanan dan minuman. Jadi dakwah dilakukan dengan jalan mereka dipenuhi kebutuhan fisiologisnya
2. Kebutuhan akan Rasa Aman
Dakwah dilakukan untuk membuat remaja merasa aman, tidak mengalami tekanan, dan bersifat menghibur.
3. Kebutuhan Akan Cinta
Dakwah dilakukan dengan memberikan sentuhan cinta kepada Alla, kepada orang tua, kepada pihak yang disayangi.
4. Kebutuhan akan Penghargaan
Dakwah dilakukan dengan memberikan penghargaan kepda remaja apabila melakukan kebajikan, bukan sebuah ancaman.
5. Kebutuhan akan Pengetahuan
Dakwah harus memberikan rangsangan kognitif bagi remaja, sehingga mereka dapat sesuatu yang baru, hal yang belum diketahuinya. Ini menjadikan dakwah lebih menarik.
6. Kebutuhan akan Keberhasilan dan Keinginan untuk Unggul
Dakwah inovatif dijalankan dengan mendeskripsikan cara atau jalan yang membuat remaja dapat meraih sesuatu ang diinginkan.
7. Kebutuhan akan Afiliasi
Berdakwah dilakukan dengan memadukan kelompok remaja menjadi kelompok yang bernilai, menarik dan saling bergantung antar anggota.
8. Kebutuhan akan Motivasi
Pendekatan dakwah inovatif dilakukan dengan cara membangkitkan motivasi remaja dalam menghadapi permasalahan hidup, tidak lari dari kenyataan, namun berani mengambil resiko.
9. Kebutuhan akan Kebebasan
Cara dakwah yang efektif adalah memberikan kesempatan bagi remaja mengekspresikan potensi diri, mengungkapkan gagasan-gagasan baru, dan tidak mengekangnya menjadi remaja ang kaku.
10. Kebutuhan akan Koreksi
Remaja sangat membutuhkan koreksi dan arahan yang tidak merintangi kebebasannya.
Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an:
                             •         
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.


D. Pendekatan Dakwah Konseptual
Pendekatan dakwah konseptual merupakan jenis dakwah yang bersifat logis, ilmiah, dan dilakukan dengan penuh kematangan berpikir. Konseptual bermakna mengandung konsepsi tertentu. Sedangkan kata ‘konsepsi’ berarti :”the process of forming an idea or a plan, or an understanding or a belief of what something is or what something should be”. (suatu proses tentang pembentukan sebuah gagasan atau rencana, sebuah pemahaman atau kepercayaan tentang hakikat sesuatu atau apa yang seharusnya sesuatu itu terjadi).
Kematangan konsep dalam berdakwah adalah substansi pendekatan dakwah konseptual. Model pendekatan ini dikembangkan oleh Hasan Al-Banna dalam karangannya “Risalah Kumpulan Dakwah”. Beliau menekankan pentingnya persiapan konsep yang mana para da’i harus mengetahui tujuan dakwah islamiyah. Menurut Hasan Al-Banna, tujuan dakwah islamiyah bertujuan untuk: Pertama, membebaskan umat dari belenggu politik, hingga mereka memperoleh kebebasan dan mendapatkan kembali kemerdekaan serta kepemimpinan yang pernah hilang; Kedua, membangun kembali eksistensi umat, agar dapat menempuh jalannya di antara berbagai umat dan dapat mengungguli umat lain dalam derajat kesempurnaan sosial.
Dalam persektif ini, berdakwah dikalangan remaja yang sedang mengalami frustrasi luar biasa harus ditangani dengan matang. Perlu suatu analisis yang mendalam mengapa remaja mengalami frustrasi, apa bentuk dakwah yang ideal yang memungkinkan mereka menerima ajakan para da’i, tujuan apa yang hendak dicapai, dan bagaimana tataran implementasi terhadap mereka sehingga tidak menimbulkan ekses negatif di kemudian hari. Pertanyaan-pertanyaan di seputar itulah yang mengkonfigurasikan konsep-konsep dakwah secara matang. Para da’i dengan upaya keras berusaha menyelamatkan generasi penerus bangsa agar selamat dan diliputi cahaya ilahi. Allah swt berfirman:
                                           

15. Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.
16. Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.

Muatan dakwah konseptual memenuhi unsur keyakinan terhadap ajaran Islam, bahwa kaidah-kaidah dan prinsip Islam adalah jalan yang terbaik buat remaja dalam mengarungi perjalanan hidupnya, sebagai tumpuan dan solusi bagi setiap permasalahan hidup, dan mampu membentuk identitas diri sebagai way of life bagi remaja. Islam adalah agama paripurna yang mengandung semua unsur yang dibutuhkan manusia secara komprehensif.
Allah swt berfirman:
          
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah: 3).

Dalam Islam terdapat aturan tentang hukum (fikih), hubungan antar manusia (muammalah), aturan politik (siyasah), hukuman atau denda (hudud), keimanan (akidah), spiritualitas (tasawwuf), ekonomi (iqtishadiyah), dan semua sistem nilai lainnya. Dalam pandangan Hasan Al-Banna, dakwah konseptual dibagi ke dalam empat dimensi:
Pertama, keimanan, yang berarti dasar sebuah dakwah harus berlandaskan pada keimanan kepada dzat yang Maha Tinggi. Dasar keimanan adalah hati yang cerdas. Konsep dasar berdakwah bertitik tolak dari ketauhidan, sikap keyakinan akan nilai kebenaran yang tertera dalam ajaran moral Islam. Ketika seorang da’i melakukan pencerahan hati terhadap seorang remaja yang sedang frustrasi, maka dilakukan suatu deskripsi kebenaran yang berasaskan pada Al-Qur’an dan Sunah. Konsekuensi logis dari hal itu adalah setiap masalah selalu bersumber dari Allah, dan penyelesaiannya pun datang dari Allah.
Kedua, keikhlasan, yang bermakna setiap da’i yang berupaya memberikan siraman rohani kepada remaja diupayakan tanpa motif duniawi, melainkan mengharap ridla Allah swt. Konsep keikhlasan mendeskripsikan kaum da’i yang tidak berharap upah dari jerih payah berdakwah. Pendekatan keikhlasan ini, apabila diimplementasikan pada remaja bermasalah dapat menimbulkan kesan (impression) yang mendalam di hati remaja. Konsep keikhlasan dalam berdakwah ataupun beribadah didasarkan pada firman Allah swt:
            •     
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (Q.S. Al-Bayyinah : 5)

Ketiga, semangat atau motivasi, yang berarti setiap da’i memiliki motivasi tinggi dalam berdakwah, tak kenal menyerah, pantang mundur untuk melakukan perubahan, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Nilai kebajikan itu semua bermuara pada jihad. Pemaknaan yang tepat adalah bahwa setiap dakwah keagamaan di kalangan remaja bernilai jihad, apabila dikerjakan dengan sepenuh hati. Allah swt berfirman:
                   
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. (Q.S. Al-Hujurat : 15).

Keempat, konsep keempat yang harus dimiliki adalah amal atau aspek realisasi terhadap ajaran Islam. Hal ini sangat signifikan dalam berdakwah pada remaja ang sedang mengalami gejala frustrasi. Penegasan antara amal dan ucapan harus seirama merupakan unsur terpenting dalam berdakwah. Sekarang masyarakat melihat para da’I hanya sebatas wacana saja, bersifat teoretik belaka, berbica berjam-jam, namun di sisi lain aplikasi amal sangat minim dilakukan. Allah swt menegaskan dalam firman-Nya:
        
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
Menurut Muhammad Usman Najati dalam bukunya Al-Qur’an dan Psikologi, menjelaskan metode atau cara yang ada pada Al-Qur’an dalam mengobati penyakit jiwa bangsa Arab khususnya, dan umat lain pada umumnya, harus berdasarkan pada tahapan konsepsional yang jelas. Langkah-langkah tersebut antara lain: Pertama, menyebarkan keimanan pada akidah tauhid dalam jiwa mereka, dan menanamkan benih-benih ketaqwaan dalam kalbu remaja, dengan segala hasilnya ang sangat penting dalam meluruskan kepribadian remaja dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari; Kedua, mewajibkan berbagai ibadah yang dapat membantu mereka melepaskan diri dari kebiasaan-kebiasaan lama yang buruk, dan menghiasi diri dengan berbagai kebiasaan dan sifat terpuji yang juga berperan dalam pembentukan personalitas mereka secara benar, seimbang, dan utuh; Ketiga, mendorong remaja untuk belajar sabar yang merupakan suatu sifat yang bisa membantu dalam menanggung derita dengan penuh kerelaan, dan mengurangi kemungkinan timbulnya ketegangan, kesulitan, perasaan sedih, gelisah, dan rasa frustrasi; Keempat, memberi dorongan kepada mereka untuk selalu ingat kepada Allah (dzikrullah), yang akan membuat mereka merasa dekat dengan-Nya, sehingga mereka diliputi perasaan aman dan tenteram; Kelima, memerintahkan remaja untuk memohon ampun dan bertaubat kepada Allah, sehingga mereka bebas dari kegelisahan yang timbul dari perasaan berdosa; dan keenam, menggunakan sejumlah metode yang efektif dalam memperbaiki tingkah laku. Misalnya, metode gradual yang digunakan Al-Qur’an dalam menghapus kebiasaan minuman khamar dan berbuat riba. Metode pembangkitan dorongan dengan janji, ancaman-ancaman, kisah-kisah, dan berbagai peristiwa yang sedang terjadi, metode partisipasi aktif, dan metode distribusi belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar