Sabtu, 07 November 2009

Filsafat Kinerja

Kinerja guru atau teacher performance adalah bentuk karakteristik dari nilai profesionalisme guru. Kinerja guru dapat menentukan keberhasilan atau prestasi siswa dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Robert McNecgnrey menyatakan bahwa kinerja guru adalah atribut perilaku dan sikap yang dikembangkan guru dalam melaksanakan tugas pedagogiknya pada sistem pengajaran. Lebih jauh McNecgnrey menyatakan:
The period of Examining Teaching Performance abandoned efforts to identify desirable teacher characteristics and concentrated instead on identifying effective teaching behaviors; that is, those behaviors that were linked to student learning.

(Periode Pengujian kinerja Mengajar menyerah usaha kepada mengidentifikasi karakteristik guru yang diinginkan dan terkonsentrasi pada mengidentifikasi perilaku pengajaran efektif; itu adalah, perilaku yang apakah dihubungkan ke pembelajaran siswa.)

Kinerja berhubungan dengan etos kerja dalam ruang dan waktu tertentu. Kinerja lebih menunjukkan pada kondisi psikologis dibandingkan keadaan fisik. Iklim kerja dibentuk dari relasi sistemik antara seorang pemimpin yang diimplementasikan dalam formasi gaya kepemimpinan terhadap bawahan (followers). Karena bersifat sosio-psikologis, etos kerja cenderung menggunakan persepsi emosional, perasaan (feeling), dan sikap tertentu (attitudes).
Menurut Leslie Yerkes dalam bukunya Fun Works, kinerja merupakan fusi antara kesenangan dan kerja. Konvergensi antara unsur kesengan dan kerja menghasilkan konsep kerja yang mempersepsikan kesenangan diperoleh pada saat proses dilaksanakannya suatu pekerjaan, bukan memiliki kesenangan pada saat setelah pekerjaan dirampungkan. Perpaduan antara kesenangan dan kerja sama sekali tidak berkorelasi dengan apa yang sedang dikerjakan, tetapi tentang siapa diri pekerja melakukan pekerjaan itu .
Yerkes lebih lanjut mengeksplorasi manfaat fusi kesenangan dan kerja dalam etos kerja. Baginya, ketika kesenangan dipadukan dengan kerja, bukan malah dipisahkan dari kerja, fusi tersebut akan membangkitkan energi dan memperkokoh relasi antara para pekerja dengan institusi organisasi. Ketika kesenangan dipadukan ke dalam pekerjaan, maka fusi itu akan memperbesar kreativitas dan hasil kerja melalui kinerja yang ditingkatkan .
Menurut Aubrey C. Daniels, dalam bukunya Maximum Performance menjelaskan bahwa kualitas kinerja merupakan impuls dan dorongan yang bersifat spontan dari kecenderungan pragmatis dalam bekerja yang bermuara pada dua hasil organisatoris berupa dorongan positif dan negatif. Dorongan positif menunjukkan iklim kerja yang terbentuk dalam suatu organisasi berjalan kondusif, dan sebaliknya . Dorongan positif memaksimalkan kinerja, sementara dorongan negatif mendapatkan kinerja yang hanya cukup untuk menyelamatkan diri, sekadar cukup untuk melepaskan diri atau menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Pandangan yang berbeda dikemukakan oleh Yaslis Ilyas yang lebih mengaitkan kualitas kinerja dengan etos kerja yang memungkinkan terjadinya penyesuaian internal organisasi sebagai cara untuk beradaptasi dan merespons dengan tepat perubahan lingkungan yang dihadapinya. Tekanan eksternal menuntut organisasi untuk berubah menjadi lebih ramping, efisien, dan kreatif. Proses perubahan ke arah penyesuaian inilah yang dimaknai sebagai iklim kerja .
Eiser melihat teori ini menekankan pada sikap dan kepribadian seseorang yang cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional yang dirasakan untuk memfasilitasi perilakunya. Di sini hukum kausalitas dapat memberikan landasan yang tepat bagaimana persepsi itu disebabkan oleh sikap atau perilaku orang lain. Kondisi orang langsung merespons secara simultan ketika persepsinya disalurkan orang lain. Kondisi orang langsung merespon secara simultan ketika persepsinya disalurkan ke otak karena respons Kognisi orang itu merasakan (Perceive) personalitas atau perilaku yang lain, baik itu perilaku yang bersikap umum atau juga sikap yang tidak lazim .
Proses timbal-balik antara persepsi dengan respons dapat dipengarahi oleh insentif atau pemberian yang dapat menstimulasi respons kondisi orang. Bagi Eiser, insentif mampu menumbuhkembangkan motivasi. “Hukum mempengaruhi (the law of effect) dimanifestasikan dalam bentuk hasrat meraih sesuatu atau ada implikasi positif atau negatif dari respons yang diberikan umpamanya, saya melakukan perbuatan ini guna mendapatkan nasi”, “Saya bertindah demikian agar terhindar dari hukuman. Antara ganjaran dan hukuman (reward and punisment) menjadi sentral dalam mendorong rangsangan hasrat, keinginan yang diwujudkan melalui tindakan kongkrit, Tindakan kongkrit yang dipersiapkan oleh rangsangan itu disebut dengan kerja kognitif (Cognitive Work) perilaku dapat dikatakan sebagai kerja kogritif apabila keputusan yang diambil bersifat rasional dan dijustifikasi. Rasional berarti terukur dalam parameter yang jelas menurut situasi “Persepsi-Stimulasi, sedangkan justifikasi berarti mendapat legitimasi dari orang lain berapa “reward-punisment” .
Proses rangsangan yang dikonstruksikan dalam relasi “reward and punishment” dapat menstimulasi iklim kerja yang kondusif. Dalam perspektif Eiser di atas, kinerja guru sangat ditentukan oleh kondisi psikologis guru dalam menjalankan tugas keprofesiannya di lembaga pendidikan. Kesenangan yang menjadi instrumen utama terbentuknya iklim kerja yang kondusif, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yeslie Yerkes, sesungguhnya terbentuk dari mekanisme “ganjaran dan hukuman”. Walaupun h itu bukan salah satu unsur yang paling dominan dalam pencitraan iklim kerja yang bersifat transfromatif.
Berdasarkan pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan (habits), citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja. Indikator variabel ini unjuk kerja dari (1) rasa tanggungjawab, (2) kepatuhan, (3) keterampilan dalam mengajar dan (4) komunikasi yang efektif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar